Hari sibuk
semakin dekat, lebih dekat, hingga kekhawatiran mulai mengambang. Padahal hanya
menerima telepon dari SIKOK, aku langsung panik tak karuan. -.- Bukan hal yang
buruk rupanya, melainkan suatu kesempatan emas. Ya kesempatan emas, aku
memenangkannya. Mungkin lebih tepatnya, aku berkesempatan memenangkannya. Awal yang tak pernah terlintas dalam benakku.
Oh inikah hasil? Mungkin saja. Allah Maha Adil. Walaupun hanya dalam jangka
waktu yang sangat terbatas. Aku siap menerima kesempatan itu.
Semakin dekat
dengan hari “H”. ternyata aku terlalu malas untuk mengemas pakaian yang hendak
kubawa. Dan akhirnya jadi kebut-kebutan pada hari H nya. 7 jam sebelum
keberangkatan, aku baru pontang-panting mengemas semuanya. Alhasil, tentu saja ada
yang ketinggalan! PASTA GIGI!!!!!! -.- ini menyebalkan sodara-sodara.
Kecemasanku
terus memuncak, entah dari mana asal usulnya. Yang kusadari, aku terpengaruh
oleh kata-kata teman-teman yang sungguuuuh, mengerikan. “kalo pesawat jatuh
trus kau ilang kek mano ci?”. Astaghfirullah. Itu memberatkan kepala. Belum
siap menghadap-Nya, amal belum cukup, masih pengen buat orang tua dan semua
orang yang menyayangiku bangga pada prestasi dan jerih payahku. Ya Allah.
Saat itu tiba, 1
jam sebelum jadwal lepas landas aku bergegas pergi ke badar udara bersama
sepupu. Tak kala tasbih yang baru saja diberikan seseorang malam tadi selalu
tergenggam erat pada telapak tanganku. Itu lebih baik. Tiket pun diambil. Rasa
takut makin memuncak. Tapi apa daya? Semuanya milik Allah, aku tak mampu
melakukan apapun, kecuali berdoa. “Berdoa ya, ***** berdoa dari sini”. Huh. Sedikit menghempaskan nafas pun tak
sanggup rasanya. Aku sangat takut.
Check in. Hanya
tinggal beberapa menit lagi. Bismillah, Ya Allah. Berdoa itu hal yang wajib. Karena
itulah tanda kita benar-benar membutuhkan perlindungan Allah. Waktunya tiba,
pesawat akan lepas landas. Aku meraung dalam hati, menjeritkan nama-nama orang
yang aku sayangi. Aku masih saja takut tak dapat bertemu mereka lagi. Perlahan,
pesawat bergerak. Aku hanya bisa berzikir. Aku sempat parno, ketika pesawat
akan naik dan turun, aku teringat film final destination. Itu mengerikan
sekali. -.-
Aneh, aku pun
tak mengerti. Entah kenapa air mata bergulir lembut dari 2 bola mataku sejak
pesawat tadi mulai bergerak dari posisi awal. Hati ini tak berhenti mengucap
namaNya. Tasbih itu tak lepas dari genggaman tanganku. Aku hanya ingin selamat.
Kata temen-temen, “selagi niatnya baik, insya Allah dak kenapa-kenapa” aamiin
Ya Allah :”|
Semuanya berlalu,
Alhamdulillah, mendarat di Bandar udara soekarno-hatta dengan baik. Tanah
disana basah. Mungkin habis hujan. Ternyata aku terlambat datang. Padahal aku
menunggu-nunggu hujan. Terpampang wajah bimbang, kepolosan tentang Bandar udara
internasional tak dapat aku tutup-tutupi. Semuanya terbaca jelas pada raut yang
mulai kusut. Ini belum berakhir.
Ya, ini belum
berakhir. Aku dan temanku itu harus menyusuri malam di kota Jakarta hingga
sampai di penginapan. 3 jam perjalanan dari Bandar udara. Bukannya sebentar,
aku sempat bersajak pada pikiranku sendiri tentang tanah Jakarta yang basah,
bahkan tertidur di mobil damri yang menghantarkan kami sampai di Jakarta Timur.
Belum selesai! Kami harus menyewa jasa bajaj dulu untuk sampai tepat di depan
penginapan. Melelahkan. Tapi itulah pengorbanan. Akhirnya tepat pukul 23.30,
kami sampai di penginapan. Aku bergegas menjama’kan sholat yang tak sempat
tekerjakan tadi. Karena jadwal penerbangan pesawat yang kami tumpangi, tepat
pada waktu magrib.
Ada beberapa hal
yang kami lakukan hingga akhirnya kami tertidur pada pukul 01.00. ini memang tidak
baik. Ditambah lagi besok harus bangun tepat pukul 04.00. Menakjubkan, aku bisa
melewati hari itu dengan luar biasa. Celebration World Aids day di Gelanggang
Remaja Jakarta Timur memang benar-benar mengagumkan. Lalu, bertemu dengan
teman-teman baru dari Jogja, Lampung dan Jakarta. Canggung itu tak dapat
dihilangkan. Entah kenapa aku yang secerewet ini bisa menjadi pendiam disana.
Tak banyak bicara. Hanya karena bingung mau mengatakan apa. Karena mereka
terlihat telah begitu akrab. Andaikan aku tak setakut dan secanggung waktu itu!
Ah! Terlambat menyesal! Setidaknya aku sudah mengenal situasi disana bagaimana.
Ini untuk yang pertama kalinya aku dilepas pergi jauh oleh mama dan papa. Huh!
Sepulangnya, sepupuku
telah menjemputku. Ya Aku tidur dirumah sepupuku di malam keduaku di Jakarta.
Rumahnya bukan di Jakarta! Tapi di Tangerang. Masya Allah, jauh sekali, 3 jam
berkendaraan motor itu melelahkan. Aku sempat tak sanggup. Ditambah lagi hiasan
kendaraan yang memenuhi jalanan tak pernah henti-hentinya. Dan matahari terik
yang menyengat kulit. Punggung tanganku pedih merasakan panasnya. Ya Allah,
kuatkan aku.
Dengan keadaan
yagn sangat kelelahan, akhirnya tiba di tempat tinggal sepupuku. Alhamdulillah,
akhirnya aku bisa beristirahat. Ini kesempatan emas -.- Malam itu, aku tidur
sangat-sangat awal. Sekitar pukul 20.30 ba’da isya’, aku bergegas mengejar
mimpi dalam tidurku. Ternyata aku tak bermimpi, atau aku lupa aku bermimpi apa?
Ah sudahlah.
Esoknya, inilah
hari yang kutunggu-tunggu! AKU AKAN PULANG HARI INI!!!! Ya Allah. Namun tak
semudah itu, aku dan keluarga sepupuku terlebih dahulu menghadiri acara
pernikahan anak Mak Mus, perjalanan yang panjang. Kami harus menjajahi 3 angkot
secara bergiliran. Ditambah teriknya tangerang yang tak putus-putus. Sempat
hujan ketika kami tiba ditempat tujuan. Alhamdulillah J hujan itu, menakjubkan.
Disana aku bertemu banyak keluarga-keluarga dari pihak mama. Mereka berkumpul
disana. Sungguh indah, tapi tetap saja aku merasa bosan dengan keadaaan yang
monoton. Sempat nyaris nangis ketika hampir tak bisa sholat dzuhur disana. Ya
Allah, ternyata Allah punya jalan. Aku beremu dengan salah satu keluarga yang
lumayan dekat dengan ku. Akhirnya aku bisa sholat! Alhamdulillah, sekalian jama’i
shalat asharnya. Ya aku harus pandai mengira-ngira waktu. Karna aku aberada di
pulau Jawa. Macet bukanlah hal tabu lagi, tapi sudah makanan sehari-hari.
Alhamdulillah,
ke Bandar udaranya bukan naik angkot, tapi dianter sepupuku yang lainnya.
Mereka bawa mobil, jadi mereka yang mengatarku ke Bandar udara bersama keluarga
sepupuku tadi. Perjalanan yang cukup panjang. Aku juga sempat bersajal-sajak di
mobil itu. Menatap terang sudut-sudut kota yang aku lewati. Inilah Kota besar.
Setibanya di Bandar
udara, aku mulai canggung. Aduh, apa aku bisa dilepaskan begitu saja. Ya harus
bisa, karena aku bersama temanku. Bismillah, semuanya dijalani dengan perlahan.
Akhirnya kami sampai di ruang tunggu. Sebelum masuk ke pesawat, kami harus
menaiki bus dulu untuk sampai di depan pintu pesawat. Mengerikan, hampir saja
terjatuh, karena aku tak dapat tempat duduk dan diharuskan berdiri dengan
pegangan yang jauh dari tanganku. Betapa tidak aku bisa terjatuh terjungkang? Hampir
saja. Uh!
Naik ke peswat
lagi. Bedanya, aku sudah merasa lebih tenang sekarang. Aku mencoba mulai
menikmati suasana, walaupun pikiranku masih saja ternging film final
destination. Mungkin lelah, aku sempat tertidur di bangku ku. Lalu terbangun
ketika pesawat tepat akan mendarat.
Alhamdulillah.
Kami sampai di JAMBI !!! Ya Allah, betapa senangnya tiba di rumahku sendiri. Walaupun
hanya sebentar saja di kota orang, tapi itu benar-benar mebutaku merindukan
Jambi. Merindukan semuanya. Akhirnya. Alhamdulillah.