Jika berbicara tentang pendidikan
Indonesia, hal yang sangat cepat terbayang mungkin adalah Sekolah. Banyak orang
tua dan anaknya berlomba-lomba untuk mendapatkan sekolah dengan pendidikan yang
baik. Meskipun mereka harus membayar dengan biaya yang lebih, mereka bersedia.
Sekolah memang bukan sekedar sekolah.
Proses bersekolahlah yang menuntun banyak generasi muda Indonesia menuju Masa
Depan yang Indah. Sekolah pun juga harus bisa menjamin produktivitas generasi
yang bermutu dengan segala hal yang berkaitan dengan itu tercukupi dengan baik.
Lalu, bagaimana dengan Sekolah yang baik menurut versi ku? Inilah sekolah
dambaanku yang ku tulis menjadi beberapa aspek.
a. Guru
Aku ingin sekolahku memiliki guru-guru
yang kreatif, bukan hanya cerdas. Karena kecerdasan ‘saja’ tidak dapat menjadi
tolak ukur guru tersebut berhasil atau tidak dalam menyampaikan pelajaran. Guru
Kreatif yang dimaksud di sini adalah guru yang mampu memberikan inovasi dalam
pembelajaran. Sehingga siswa tidak merasa jenuh dengan metode yang melulu
diterapkan seperti CBSH (Catat Buku Sampai Habis) ataupun Guru yang terus
berbicara menyampaikan materi, sedang siswa menjadi pasif karena hanya
mendengarkan saja. Itu tidak efektif pada hematku. Solusinya, beberapa metode
yang dapat diterapkan guru kreatif dalam belajar yaitu metode diskusi, Praktek
langsung, mengemas materi menggunakan teknologi atau bernyanyi. Jadi, siswa
tidak hanya dijejeli dengan materi, namun juga belajar bekerja sama dan pentingnya
saling menghargai sesama teman, dengan kata lain, suasana kelas menjadi hidup
karena keaktifan siswa dan gurunya. Pasti menjadi menyenangkan.
Guru kreatif saja tentu tidak cukup.
Kemampuan berinteraksi guru pun juga mesti diperhitungkan. Bagaimana guru
kreatif dapat menerapkan metode belajarnya jikalau ia tidak mampu berinteraksi
dengan baik pada siswanya. Sama saja dengan nol. Interaksi dalam hal komunikasi
tidak hanya mampu membuat pelajaran tersampaikan dengan baik, namun juga
merupakan terobosan untuk mendekatkan guru dan siswa agar lebih terbuka dan santai
dalam proses pembelajaran. Jadi, tidak akan lagi muncul kata-kata ‘aku mau nanya, tapi takut’, ataupun ‘yah ibu/bapak ini juga, main ajalah, aku
malas belajar’ yang acap kali dilontarkan beberapa siswa.
Guru kreatif yang pandai berinteraksi
dengan siswanya mengingatkanku pada salah satu sekolah di Amerika, ‘Charter School’. Dimana sekolah terasa
menjadi menyenangkan karena desain letak meja dan kursi, dan program-program
yang diterapkan oleh gurunya di kelas tidaklah monoton. Alhasil, Charter School ini berhasil memroduksi
generasi yang berkualitas. Jika Amerika yang juga memiliki sistem pendidikan
yang kurang lebih sama dengan Indonesia dapat mendirikan Charter School, kenapa Indonesia tidak?
b. Hubungan Guru dan Orang Tua
Masih dalam aspek guru, namun
berhubungan juga dengan orang tua. Hubungan yang baik antara keduanya adalah ‘keep in touch’, tetap
berkomunikasi/berhubungan. Seperti yang kita ketahui, komunikasi itu adalah
segalanya dan merupakan salah satu syarat terjadinya interaksi sosial.
Komunikasi antara guru dan orang tua sangatlah penting dalam hal
mengomunikasikan perkembangan siswa. Jadi, tidak ada lagi keputusan sepihak
ataupun kesalahpahaman antara keduanya yang mungkin saja berakibat ke si siswa.
Menemukan bersama jalan keluar dari masalah yang dialami siswa tentu menjadi
lebih mudah. Karena banyak kepala menjadi lebih baik dari pada satu kepala saja
dalam pemecahan persoalan apapun.
c. Fasilitas dan Lingkungan Sekolah
Sekolah dambaanku tidak perlu
muluk-muluk. Aku tidak perlu Air Conditioner
untuk menyejukkan ruang Kelas. Di samping berefek tidak hemat energi, juga aku
yang selalu dehidrasi jika berlama-lama di ruangan ber-AC, jadinya tidak nyaman.
Fasilitas yang mutlak perlu adanya
adalah Perpustakan yang layak, halaman ataupun taman hijau, tempat sampah, pendopo-pendopo,
kantin yang bersih, dan satu lagi, kamar kecil yang layak.
Aku mulai dari perpustakaan yang
layak, kenapa harus kata layak? Karena aku ingin perpustakaan itu benar-benar
menjadi tempat mengadu bagi siswa-siswa yang haus ilmu pengetahuan. Cahaya
penerangannya pas, tidak terlalu terang ataupun gelap. Sehingga siswa menjadi
nyaman untuk membaca buku disana. Lalu tata letak rak dan buku. Disusun
sedemikian menarik untuk menghindari keadaan yang monoton dan membosankan.
Tempat membaca juga harus memadai, buku-bukunya lengkap dan up-to-date. Jika
masuk buku baru, buku lama jangan dibawa ke gudang. Dibuat lagi rak baru dan
buku-bukunya juga dipisahkan, sehingga mempermudah siswa untuk menemukan
buku-buku yang mereka cari. Satu hal lagi yang penting adanya, ketertiban ruang
perpusatakaan. Sehingga tidak ada seorang siswa pun merasa terganggu dengan
aktivitas siswa lainnya.
Taman hijau, fungsinya agar siswa
mengenal dan belajar menjaga serta melestarikan tanaman. Mulai pada lingkup yang
kecil saja dulu, sekolah. Hal ini dapat menularkan semangat berkebun di rumah.
Jadi pada akhirnya bukan sekolah saja yang indah, namun rumah siswa pun juga
ikut lebih indah.
Tempat sampah di setiap sudut dan
lekak-lekuk sekolah. Sehingga tidak ada lagi alasan yang bisa membuat siswa
selamat dari pelanggaran membuang sampah sembarangan. Tentu dibarengi dengan
sangsi yang tegas dan mengikat. Jadilah sekolah indah, bersih dan nyaman.
Pendopo-pendopo. Ini bisa dimanfaatkan
guru dan siswa sebagai prasarana pembelajaran. Proses Belajar dan Mengajar
tidak melulu di kelas, guru dan siswa juga dapat memutuskan untuk belajar di
alam terbuka dan menikmati taman hijau sekolahnya.
Kantin yang bersih. Namanya juga
kantin, tempat makannya guru dan siswa. Tempat makan tentulah harus bersih dan
juga layak. Keluarga kantin harus bertanggung jawab atas sampah-sampah yang
mungkin berceceran. Sehingga kebersihan dan kenyamanannya juga tetap terjaga.
Dan tidak ada lagi kata ‘hilang selera
makan gara-gara liat kantin’.
Terakhir, kamar kecil yang layak. Wah,
sepertinya ini masalah yang cukup pelik. Karena kamar kecil itu sangat penting
bagi siapapun. Menurut peraturan dari advokasi masalah remaja, ternyata ada
peraturan pembuatan jumlah kamar kecil untuk siswa dan siswi. Untuk setiap 40
siswa dibuat 1 kamar kecil, sedangkan untuk setiap 25 siswi dibuat 1 buah kamar
kecil. Kuota 1 kamar kecil untuk siswi lebih kecil dikarenakan biasanya
perempuan banyak sekali yang harus diurus di kamar kecil. Lalu, dari segi
kelayakan. Kamar kecil yang benar-benar layak tidaklah lumutan dan bau, untuk
itu sekolah perlu menyediakan petugas untuk membersihkan kamar kecil dan juga
peraturan yang ketat untuk siswa dan siswi yang buang air di sana.
Kalau soal lingkungan sekolah,
tentulah aku inginnya bersih, nyaman, indah, aman, tentram dan damai. Semuanya
selaras, seimbang dan sejalan dengan tujuan sekolah itu sendiri.
d. Tugas dan Pekerjaan Rumah
Nah, topik satu ini yang setiap hari
jadi perbincangan siswa dan siswi. Hampir setiap guru memberikan tugas dan
pekerjaan rumah yang tak henti-hentinya. Keluhan yang sering aku dengar itu
seperti ini ‘kapan lagi waktu istirahat
dan main? Pulang udah sore, trus ngerjain tugas sampe malam, udah tengah malam
baru tidur, besoknya harus bangun pagi-pagi lagi buat sekolah, haduh!’
seakan-akan itu semua membebani.
Jujur, aku memang tidak terlalu suka
dengan tumpukan tugas yang sering kali diberikan kepada kami (siswa/siswi).
Memang benar keluhan tadi, namun ku rasa ada jalan keluar yang baik. Jika tugas
ataupun pekerjaan rumah yang diberikan guru terlihat mengasyikkan tentu tidak
akan terucap keluhan tadi. Pelajaran di sekolah kan pasti ada aplikasinya di
dunia nyata, jadi tugas-tugasnya juga dalam bentuk praktek langsung
mengaplikasikan teori yang diajarkan di sekolah. Sehingga siswa menjadi tidak
merasa dihantui oleh waktu yang sangat sempit untuk beristirahat. Jika ini
diterapkan, aku yakin, siswa juga akan lebih muda memahami maksud pembelajaran.
Bukan terus menghayal memikirkan apa fungsinya sekolah jika tidak ada aplikasi
nyata dalam kehidupan.
e. Harapan untuk pendidikan Indonesia ke depan
Indonesia. Negaraku tercinta. Segala yang terbaik yang
kuharapkan untuk Indonesia, khususnya Pendidikannya. Aku ingin pendidikan
indonesia seperti piramida terbalik. Bukan piramida biasa yang dari awal si
siswa telah dibebani banyak mata pelajaran dan berakhir pada dilema untuk
memutuskan ingin kemana, selalu begitu.
Namun, jika pendidikan kita memakai prinsip piramida
terbalik, dimana dari lingkup kecil atau satu bidang, dapat dikembangkan dan
diluaskan. Sehingga kita hanya fokus pada apa yang telah kita tentukan dari
awal, bakat dan minat kita yang sudah kita pilih dari awal. Tinggal menjalankan
proses dan menjadi sukses. Itu lebih baik daripada harus bertemu pada kegalauan
karena kita telah menggeluti banyak bidang duluan. Coba bayangkan jika kita
mendalami segala bidang dan kita mampu berkembang disemuanya, apa jurusan yang
akan kita pilih untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Pasti penuh pertimbangan
yang berat. Belum lagi tuntutan dari orang-orang terdekat yang tambah membebani
pilihan kita.
Aku berharap, sangat berharap, Pendidikan Indonesia
menjadi lebih baik lagi dalam segala aspek dan sistemnya, sehingga terlahir
generasi baru yang cakap dan berkualitas. Semoga saja, aamiin.
youth-esn.16mb.com |