Senin, 15 April 2013

Inilah aku yang seaneh katamu


Gerah. Masih saja tubuhku dilumuri keringat yang tak diinginkan. Kau tahu? Padahal tadi siang hujan sempat menyapa. Namun tak kunjung setia hingga kini. Menatap langit gelap dari teras rumah, sepertinya tak kelam. Mungkin aku hanya menerka-nerka saja, namun yang pasti, kanopi rumah dan pepohonan yang ditanam pemerintah di pinggiran jalan ini menutupi mataku yang nekat melihat ke atas—kelangit.
Aku masih terpingkal dengan gelitikan imajinasi yang terpaut sejak sore tadi. Securah kalimat yang kulontarkan menarik apresiasi yang lumayan. Kubilang pada mereka kalau aku itu… aneh. Ya aneh. Atau lebih tepatnya, aku katakan bahwa orang-orang mengatakanku demikian. Entah apa yang mereka kerahkan saat berbicara mengenai itu. Dan kini, aku mulai terhentak dengan perasaan yang membisik tajam, “aku aneh!”.
Aku pernah dengan sengaja berniat mengubah diriku. Menjadi apa yang mereka—orang-orang yang mengatakanku aneh—inginkan. Lagi, aku tertegun. Aku merasa dirikulah yang benar. Aku bahagia menjadi diriku yang se-aneh-kombinasi-tak-biasa-juga-sederhana yang terpadu dalam satu kesimpulan; berantakan. Aku sadar itu. Dan aku sedikit bangga. Atau bahkan totali bangga!
Beberapa hal yang menjadi pertimbanganku yang harusnya mereka pahami—ya harusnya mereka pahami. Pertama, aku bersyukur terlahir seperti ini, dan aku tak ingin mengubah ciptaan Sang Pemberiku kehidupan. Aku bahagia dan nyaman menjadi ‘aku’ yang sesungguhnya, dan seterusnya aku akan begini. Walaupun tak dapat kupungkiri, seringkali ragu ini menghantui bersama bayang-bayang mereka si penggantung harapan pada pundak-pundakku. Kedua, kurasa tidak semua hal aneh itu buruk. Setidaknya begitulah kata kakak, aneh itu relatif dan kurasa anehnya diriku masih dalam tahap wajar. Ingat, ’aku bukan si pemakan tanah ataupun pelanggan setia aspal jalanan yang suka guling-guling seenak perutnya’. Enggak. aku masih sadar dengan kegilaan yang ekstream. Ketiga, aneh itu berarti tak biasa, tak biasa itu berarti unik, unik itu tak banyak didapatkan dan ditemukan. Singkat cerita, aku itu LANGKA! itulah yang kuinginkan. Ketika aku menjadi manusia ‘langka’, aku akan membekas di tiap-tiap hati yang pernah mengenalku. Aku tidak gila ketenaran. Aku cuman ingin dikenang. Seperti album birunya melly di lagu bunda. Aku ingin menjadi isi album itu. Yang dapat dikenang di setiap waktu. Dan tersimpan rapi, di tiap sudut pemiliknya hingga akhir waktu.
Tak ada yang lebih membahagiakan dari ‘membekaskan keunikanku’ pada orang-orang yang mengenalku. Masihkah kau pikir aku aneh-yang-se-aneh-aneh-nya-orang-aneh-yang-gila-dan-tak-tahu-malu? Ayolah, aku hanya malas mandi sore dan kurasa banyak orang yang seperti itu. Aku juga hanya sesekali atau yah baiklah duaduakali memekik cempreng ataupun nyanyi ga jelas di kelas. Atau mencoba mencari perhatian dari semua penjuru kelas dengan hanya memasang tampang serius dan bermukadimah pendek “assalamu’alaikum warohmatullahiwabarokatuh” dengan nada yang biasa dipakai untuk mengumumkan hal yang katanya penting di kelas-kelas, dan lalu tersenyum lebar melihat ekspresi teman-teman sekelas. Atau meluncur seenak udel dengan sepatu butut yang kebesaran 2 senti dari ukuran kakiku. Dan banyak hal ‘menarik’ lainnya yang kau bilang itu aneh tapi juga menarik perhatianmu. Ya kan? Oh tidak. Aku terlalu percaya diri.
 Aku tidak ingin lagi menyebut diriku aneh, tapi aku unik—tanpa rautan sombong, ya, tolong. Aku anak unik kecil langka yang disangka gendut dan berkepala botak karena suka pake baju kelonggaran dan jilbab kepanjangan. Tapi bagiku itu bukan masalah. Karena inilah aku!
Langit yang tak berbintang di mataku masih saja berbangga hati mengerubungi malam. Masih menemaniku, hey, dia setia dalam setiap hentakan tombol teknologi satu ini. Parahnya, jemariku mengalir begitu indah, menari diantara tombol-tombol hitam yang tentu saja berdebu—aku malas mengurusnya. Sudah lama aku tak seegois ini. Benar-benar tertuju pada kebahagiaanku sendiri. Malam ini, aku merasa, aku ‘bebas’!!
 

NAI'S Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang, Edited by suciwdd